Rabu, 29 Juli 2009

Merencanakan Keuangan Anda

Anda tentunya tahu bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Kebutuhan orang dewasa akan selalu bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Dari kebutuhan untuk menikah, membeli rumah, kendaraan pribadi, memiliki dan membesarkan anak, sampai menikmati masa pensiunnya dengan bahagia.

Namun, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan itu, tentunya dana yang dibutuhkan tidak sedikit. Sebagai contoh, mungkin Anda tau jika saat ini harga rumah di pinggir kota Jakarta dengan luas 96 m2 saja, sudah mencapai 200-300 juta rupiah. Belum lagi memikirkan biaya sekolah anak yang semakin lama semakin mencekik kantong. Saat ini saja, uang pangkal sebuah SMP swasta sudah mencapai puluhan juta rupiah, bayangkan uang sebesar itu hanya untuk pendidikan selama tiga tahun.
Keadaan ini tentunya menimbulkan pertanyaan bagi Anda, bagaimana saya bisa memenuhi semua kebutuhan itu? Jawabannya adalah dengan melakukan perencanaan keuangan sedini mungkin, dan bersenang-senanglah kemudian.

5 Langkah Untuk Bersenang-Senang Kemudian!

Perencanaan keuangan adalah suatu proses mengelola keuangan yang dilakukan dengan disiplin, untuk mencapai tujuan yang Anda inginkan. Untuk itu, ada 5 langkah yang Anda harus lakukan :

1. Periksa kondisi kesehatan keuangan AndaBukan hanya kesehatan tubuh Anda yang penting, tetapi kesehatan kondisi keuangan Anda pun tak bisa diabaikan. Sebenarnya, hal yang disebut belakangan ini harus menjadi prioritas pertama Anda sebelum menjaga kesehatan tubuh, karena menjaga kesehatan tubuh juga membutuhkan dana.Langkah pertama ini cukup mudah. Catat dengan baik semua pengeluaran Anda dalam satu bulan. Anda pasti akan takjub ketika melakukan hal ini, karena Anda akan melihat kemana saja uang Anda melayang selama ini.Selain itu, hitung seluruh kekayaan dan juga hutang-hutang yang Anda miliki. Lunasi semua hutang Anda - jika perlu dengan menjual kekayaan Anda - sebelum Anda berencana untuk memiliki sesuatu yang baru. Jika Anda sudah tidak memiliki hutang lagi, maka baru dapat dikatakan kondisi keuangan Anda sudah sehat wal afiat.Jangan takut jika Anda tidak memiliki simpanan setelah Anda membayar semua hutang, karena walaupun Anda tidak memiliki simpanan lagi, Anda akan melakukan sesuatu yang jauh lebih baik bagi Anda sendiri.

2. Bermimpilah!
Langkah kedua adalah merencanakan kebutuhan Anda. Langkah ini dilakukan dengan bermimpi. Ya, Anda tidak salah, bermimpi! Bertanyalah di dalam hati Anda, apa saja yang Anda inginkan dalam hidup ini. Rumah di Pondok Indah? Mobil Jaguar? Apartemen di kawasan bintang lima? Mengalahkan para socialite untuk memiliki jumlah sepatu, baju, dan tas bermerek? atau bahkan bulan madu ke Paris? Nah, jika sudah, bangunlah dari mimpi Anda untuk melihat realita apakah seluruh mimpi Anda sudah sesuai dengan kondisi kekayaan dan pendapatan Anda? Jika belum, kembalilah bermimpi. Namun, kali dengan mimpi yang lebih realistis. Jangan lupa prioritaskan hal mana yang ingin Anda dapatkan terlebih dulu.Satu hal yang harus diingat, selain hal-hal yang menyenangkan tadi, masukkan di dalam prioritas Anda kebutuhan dana darurat. Dana darurat? Apalagi itu? Dana darurat adalah dana untuk keperluan yang munculnya tidak Anda duga, seperti biaya rawat inap di rumah sakit. Tentunya hal ini tidak diharapkan terjadi, tetapi tidak ada salahnya Anda berjaga-jaga
seperti pribahasa "sedia payung sebelum hujan".

3. Kelompokkan kebutuhan keuangan AndaLangkah ini masih mudah. Cukup kelompokan kebutuhan-kebutuhan Anda berdasarkan jangka waktunya. Jangka waktu sendiri dibagi 3, yaitu jangka pendek untuk kebutuhan antara 1-3 tahun, jangka menengah untuk kebutuhan antara 3-5 tahun, dan jangka panjang untuk kebutuhan lebih dari 5 tahun.Berikut ini adalah contoh pengelompokan kebutuhan Anda :

4. Kenali jenis investasi yang cocok dengan kebutuhan AndaLangkah ini cukup sulit untuk dilakukan, karena bagi sebagian dari Anda, hal ini merupakan hal yang baru. Anda dapat mempelajarinya dengan bantuan saudara atau teman Anda yang telah merencanakan keuangan dengan baik, menyewa konsultan perencana keuangan, atau Anda dapat mempelajarinya sendiri di situs ini, pada bagian Jenis Investasi.Setelah Anda mengerti manfaat dari masing-masing jenis investasi, pilihlah yang paling sesuai dengan kebutuhan keuangan Anda.

5. Disiplin itu pelita hati!Semua langkah-langkah yang Anda terapkan akan sia-sia jika Anda tidak melakukannya dengan disiplin dan memiliki komitmen tinggi. Kedua hal penting itu akan membuat segalanya berjalan dengan lancar. Anda ingin berbulan madu di Paris dan menikmati jaguar Anda, bukan? Bersabarlah! Makin Anda mendisiplinkan diri dan mempertahankan komitmen, maka mimpi Anda itu makin cepat menjadi kenyataan.

Mulailah Merencanakan Keuangan Anda Sedini Mungkin
Semakin cepat Anda melakukan perencanaan keuangan Anda dan mulai berinvestasi, maka semakin kecil dana yang dibutuhkan. Hal ini tentunya akan menguntungkan Anda karena semakin banyak kebutuhan yang dapat Anda rencanakan. Sebagai contoh, kami memberikan ilustrasi perencanaan keuangan untuk mendapatkan dana pendidikan anak Anda di bawah ini.
Anda mempunyai seorang anak, dan Anda berencana untuk menyekolahkannya ke luar negeri untuk mengambil S1, dimana pada saat itu usia anak Anda adalah 18 tahun. Anda memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kuliahnya adalah sebesar 1 miliar rupiah. Jika Anda mendepositokan uang Anda untuk mendapatkan dana sebesar 1 miliar itu, dengan asumsi bunga deposito sebesar 6% per tahun (tidak termasuk pajak), maka didapatkan ilustrasi sebagai berikut:

Read More……

Kapankah Seorang Anak Wajib Ber NPWP?

Masih terkait dengan masalah NPWP dalam kaitannya dengan anggota keluarga. Kali ini saya akan menyoroti masalah yang sering kali dipertanyakan oleh masyarakat, yaitu bilakah seorang anak harus memiliki NPWP sendiri?

NPWP Adalah Untuk Satu Keluarga

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada hakikatnya adalah nomor administrasi perpajakan terkait dengan jenis pajak tertentu, yaitu Pajak Penghasilan (PPh). PPh sendiri menganut prinsip pemajakan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi dengan menempatkan satu unit keluarga sebagai satu kesatuan yang dikenakan Pajak Penghasilan. Pasal 8 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah dasar utama terkait masalah ini di mana penghasilan istri dan anak pada umumnya digabungkan dengan penghasilan kepala keluarga. Dengan demikian maka NPWP pun mengikuti prinsip ini di mana kewajiban NPWPpun hanya dikenakan kepada satu unit keluarga saja.
Anak Sebagai Bagian Dari Keluarga

Dua faktor penting untuk menentukan status seorang anak dalam satu keluarga adalah : apakah anak tersebut memiliki penghasilan sendiri dan apakah anak tersebut sudah dewasa. Yang dimaksud dengan anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 tahun dan belum menikah.
Jika seorang anak sudah memiliki penghasilan sendiri tetapi dia belum dewasa, maka kewajiban pajaknya digabung dengan kewajiban pajak orang tuanya. Penghasilan sang anak digabung dengan penghasilan orang tuanya. Sang anakpun berhak atas PTKP asalkan masih dalam batas maksimum tiga orang tanggungan dalam keluarga tersebut. Anakpun tidak perlu ber NPWP karena NPWP nya ikut NPWP orang tuanya sesuai dengan perlakuan dalam Pajak Penghasilan.
Jika seorang anak sudah memiliki penghasilan sendiri dan dia sudah dewasa, maka ia sudah menjadi Wajib Pajak terpisah dengan orangtuanya sehingga ia sudah harus ber NPWP sendiri jika penghasilannya setahun sudah melebihi PTKP. Orang tuanya juga tidak bisa memasukkannya sebagai tanggungan dalam PTKP.
Terakhir, jika sang anak tidak berpenghasilan maka ia tidak wajib ber NPWP. Ia bisa dimasukkan sebagai tanggungan dalam PTKP orangtuanya tanpa dibatasi umurnya karena PTKP sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Pajak Penghasilan tidak membatasi umur tetapi dibatasi dengan kata-kata : “ditanggung sepenuhnya”.

Read More……

Perlukah NPWP Buat Istri?

Mungkin banyak di antara kita mengetahui bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib dimiliki oleh orang yang penghasilannya di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Namun ketika NPWP dan PTKP ini dikaitkan dengan keluarga, banyak di antara kita yang masih bingung. Beberapa contoh pertanyaan yang sering muncul dalam komentar dalam blog ini misalnya :
Apakah istri yang memiliki penghasilan wajib memiliki NPWP?
Apakah istri perlu ber NPWP?
Mengapa NPWP istri berakhiran 001 pada tiga digit terakhir.
Kapankah seorang anak wajib memiliki NPWP?
dst.
Nah, pada kesempatan ini saya coba mengangkat issue kaitan istri dan NPWP. Sebagai rujukan, saya menggunakan Undang-undang perpajakan terbaru yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 yang selanjutnya disingkat UU KUP dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 yang selanjutnya saya singkat menjadi UU PPh.

Keluarga Sebagai Satu Kesatuan Ekonomis

NPWP sebenarnya lebih dikaitkan dengan pemenuhan kewajiban penghitungan Pajak Penghasilan sendiri. Terlebih pada Wajib Pajak Orang Pribadi, NPWP ini terkait dengan penghitungan Pajak Penghasilan yang menjadi beban dirinya. NPWP juga bisa dikaitkan dengan kewajiban memotong atau memungut Pajak Penghasilan fihak lain. Dalam konteks tulisan ini, NPWP dikaitkan kepada kewajiban penghitungan Pajak Penghasilan sendiri.
Konsep dasar penghitungan Pajak Penghasilan kepada keluarga terdapat dalam Pasal 8 ayat (1) sampai dengan ayat (4) UU PPh. Ayat (1) sampai dengan ayat (3) berbicara tentang penghasilan istri dan ayat (4) mengatur penghasilan anak yang belum dewasa.
Dalam penjelasan Pasal 8 ini ditegaskan bahwa pengenaan Pajak Penghasilan menempatkan keluarga merupakan satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Konsep inilah yang mendasari pernyataan bahwa pada prinsipnya, satu NPWP untuk satu keluarga. Artinya, istri tidak perlu NPWP, anak yang belum dewasapun tidak perlu NPWP baik mereka punya penghasilan atau tidak. Cukup suami sebagai kepala keluarga yang memiliki NPWP.

Istri Wajib Memiliki NPWP

Ada dua kondisi yang menyebabkan istri harus memiliki NPWP sendiri berdasarkan Pasal 8 ayat (2) huruf a dan b yaitu :
1. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
2. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan

Dalam dua kondisi ini istri wajib memiliki NPWP. Ketentuan ini terdapat pula dalam UU KUP yaitu di penjelasan Pasal 2 ayat (1)

Istri Boleh Memiliki NPWP

Dalam UU PPh dan UU KUP yang baru, istri dibolehkan memiliki NPWP sendiri walaupun suami istri tidak hidup berpisah atau tidak ada perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Jadi dalam keluarga yang “normal” pun istri boleh memiliki NPWP sendiri dan terpisah dengan suaminya. Perhitungan PPh terutang bagi suami istri sebanding dengan besarnya penghasilan neto mereka. Jadi, perhitungannya sama persis dengan perhitungan bagi suami istri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
Di Undang-undang yang lama, hal ini tidak diakomodir, sehingga timbullah NPWP istri yang berakhiran 001 di tiga digit terakhirnya sementara digit yang lain sama dengan NPWP suaminya. NPWP ini sebenarnya hanya NPWP formalitas saja menurut saya. Toh perhitungan Pajak Penghasilannya tetap dilakukan atas nama NPWP suaminya.

Contoh Perhitungan

Berikut ini contoh perhitungan yang saya ambil dari penjelasan Pasal 8 UU PPh. Perhitungan ini berlaku bagi suami istri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dan istri yang menghendaki NPWP sendiri.
Wajib Pajak A, yang memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar Rp100.000.000,00 mempunyai seorang isteri yang menjadi pegawai dengan penghasilan neto sebesar Rp50.000.000,00. Selain menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan usaha berupa salon kecantikan dengan penghasilan sebesar Rp75.000.000,00. Dengan demikian, jumlah penghasilan neto istri adalah Rp125.000.000,00 dan jumlah seluruh penghasilan neto A dan istrinya adalah Rp225.000.000,00.
Misalnya pajak yang terutang atas jumlah seluruh penghasilan tersebut (milik A dan istrinya) adalah sebesar Rp 56.250.000,00, maka untuk masing-masing suami dan isteri pengenaan pajaknya dihitung sebagai berikut:


Suami : (100.000.000,00 / 225.000.000,00) x Rp56.250.000,00 = Rp25.000.000,00
Isteri : (125.000.000,00 / 225.000.000,00) x Rp56.250.000,00 = Rp31.250.000,00

Read More……

Faktur Pajak

Berdasarkan Pasal 1 angka 23 UU PPN, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh Direktrat Jenderal Bea dan Cukai. Berdasarkan defnisi tersebut ada dua fihak yang membuat faktur pajak, yaitu Pengusaha Kena Pajak untuk penyerahan dalam negeri BKP atau JKP dan Ditjen Bea Cukai dalam hal impor BKP.
Faktur pajak terdiri dari dua jenis yaitu faktur pajak standar dan faktur pajak sederhana. Ketentuan mengenai faktur pajak standar diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-159/PJ/2006 sedangkan ketentuan mengenai faktur pajak sederhana diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-524/PJ/2000 jo KEP-425/PJ/2001.


Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang :


1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan
2. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak;
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
6. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
7. Nama, Jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat :

1. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
2. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
3. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
4. pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
5. pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Keterlambatan pembuatan faktur pajak standar memiliki konsekuensi dikenakan sanksi administrasi denda 2% dari dasar pengenaan pajak sesuai Pasal 14 ayat (4) UU KUP. Begitu juga PKP yang tidak membuat faktur pajak atas penyerahan BKP atau JKP dikenakan sanksi yang sama.Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ/20006. Kode Faktur Pajak Standar tersebut terdiri dari :


2 (dua) digit Kode Transaksi;
1 (satu) digit Kode Status; dan
3 (tiga) digit Kode Cabang.

Nomor Seri Faktur Pajak Standar terdiri dari :


2 (dua) digit Tahun Penerbitan; dan
8 (delapan) digit Nomor Urut.

Untuk lebih lengkapnya mengenai faktur pajak standar ini, silahkan lihat Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-159/PJ/2006

Faktur Pajak Sederhana
Faktur pajak sederhana dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP kepada konsumen akhir atau kepada pembeli yang nama, alamat, atau NPWP tidak diketahui. Bagi pembeli, PPN yang dibayar dengan menggunakan faktur pajak sederhana tidak dapat dikreditkan.Syarat minimum faktur pajak sederhana adalah :
1. Nama, alamat dan NPWP pembuat faktur pajak,
2. Jenis dan kuantum BKP/JKP
3. Harga jual/penggantian termsuk PPN atau terpisah
4. Tanggal pembuatan

Faktur pajak sederhana dibuat pada saat penyerahan atau pada saat pembayaran diterima sebelum terjadi penyerahan. Bentuk faktur bisa berupa bon kontan, faktur penjualan, karcis, kwitansi, segi kas register dan sejenisnya.

Read More……