Rabu, 17 Februari 2010

Strategi Populer Bermain Saham

Strategi Populer Bermain Saham



Sekitar tiga dasawarsa lalu, seorang manajer investasi mendirikan sebuah investment partnership dengan modal dari kocek sendiri sebesar US$ 100. Saat itu siapa yang mengira bahwa pada 1998 si manajer investasi terdaftar sebagai salah satu orang terkaya di dunia (versi majalah Forbes) dengan kekayaan bersih senilai US$ 33 miliar. Luar biasa! Apa sih rahasianya?
Warren Buffet--sang manajer itu--mengaku dirinya adalah murid dua investor kondang: Benjamin Graham dan Philip Fisher. Benjamin Graham terkenal dengan strategi investasi nilai (value investing)-nya. Ini merupakan kombinasi strategi pemilihan saham berdasarkan analisis fundamental terhadap posisi keuangan perusahaan dan strategi diversifikasi.
Strategi Graham menekankan kriteria kuantitatif untuk mencari saham yang harga pasarnya jauh lebih murah ketimbang harga wajarnya (wajar menurut perhitungan kuantitatif tersebut).
Sementara itu, Philip Fisher lebih mengandalkan kriteria kualitatif tentang faktor kunci penentu kesuksesan perusahaan seperti brainware-nya (tim manajemennya).
Ajaran kedua mahaguru investasi, ditambah dengan pengalaman pribadi, menjadikannya investor piawai ala Buffet. Kiat investasinya oleh Robert Hagstrom Jr--pengarang biografi singkat Warren Buffet--dijuluki The Warren Buffet Way (Cara Warren Buffet).
Menurut Buffet, untuk menjadi investor yang baik, paling sedikit ada tiga karakteristik penting yang perlu dimiliki investor, yakni kemampuan menahan emosi (ketakutan dan keserakahan), mengutamakan analisis fundamental perusahaan (bukannya analisis peramalan pasar), dan kemampuan melawan arus. Harga pasar kerap ditentukan oleh emosi para investor, namun dalam jangka panjang pasar akan mengikuti fundamental perusahaan.
Nah, untuk kita bila ingin berinvestasi di saham, ada beberapa strategi yang umum dipakai dan dapat dimanfaatkan.

Bertumbuh, Bertumbuh, dan Bertumbuh
Strategi analisis dengan menggunakan strategi pertumbuhan (growth), sudah sejak lama menjadi strategi yang populer. Strategi ini berfokus pada analisis terhadap sebuah perusahaan dalam sebuah industri yang menunjukkan pertumbuhan yang melebihi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dari satu siklus bisnis ke siklus selanjutnya.
Secara implisit, strategi ini menyatakan keinginan investor untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang dari pertumbuhan modal atau capital growth, dan tidak menekankan pendapatan dari dividen.
Intinya, sebuah perusahaan yang berada dalam industri yang sedang bertumbuh pesat dan perusahaan tersebut menjadi pemimpin di dalam industri itu, akan berpeluang besar memberi keuntungan yang luar biasa kepada investor. Tentu saja tidak banyak perusahaan yang memiliki ciri ideal tersebut. Jadi, investor memang perlu kerja keras untuk menemukan tambang emas finansial seperti ini.
Situasi pertumbuhan tinggi juga bisa terjadi pada sebuah perusahaan yang sedang sial jatuh terpuruk karena keadaan industri yang kurang mendukung. Bila perusahaan ini telah ditata-ulang (restrukturisasi) dan dapat keluar dari masa-masa kritis industri tersebut, peluangnya untuk bertumbuh secara pesat cukup besar. Keadaan ini sering disebut dengan situasi turn around.
Dalam situasi turn around, investor perlu memiliki syaraf baja. Dalam jangka panjang keputusan ini dapat memberikan tingkat keuntungan yang besar. Kendati begitu, terkadang kendala yang sering terjadi adalah pada saat restrukturisasi atau penyehatan perusahaan, harga saham turun terlebih dulu sebelum nantinya melonjak. Akibatnya, banyak investor yang terlanjur menjualnya dengan merugi pada saat harga turun sejenak. Bisa juga penurunan yang terjadi tidak hanya untuk sementara waktu, namun memakan waktu yang cukup menguji syaraf kesabaran investor.
Akan tetapi, bila investor menganalisis fakta-fakta atau informasi yang didapat dengan hati-hati, menggunakan akal sehat, menginvestasikannya untuk periode jangka panjang dan memiliki kesabaran, banyak yang mempercayai bahwa growth strategy memberikan tingkat imbal hasil yang cukup dalam jangka panjang.

“Buy Low, Sell High”
Strategi value investing secara umum adalah mencari atau menganalisis perusahaan yang sehat (memiliki fundamental bisnis dan keuangan yang solid) dan saat ini sahamnya dihargai di bawah harga semestinya atau undervalued oleh investor di bursa saham.
Undervaluation bisa terjadi akibat menurunnya kinerja perusahaan atau industri untuk sementara waktu. Jadi, para investor yang melakukan analisis dengan strategi ini mencari saham-saham perusahaan kuat yang saat ini kurang diminati para investor di bursa saham. Strategi ini membutuhkan analisis yang mendalam, disiplin, dan kesabaran.
Pendukung strategi ini mengatakan bahwa strategi ini memberikan tingkat risiko yang relatif lebih rendah. Pasalnya, saham-saham yang masuk dalam pertimbangan adalah saham-saham dengan harga jual yang rendah dibandingkan dengan saham lainnya namun kinerja bisnis dan finansialnya bagus. Dengan demikian, risiko penurunan harga lebih lanjut relatif kecil dibanding saham-saham lain.
Sebagai saringan awal biasanya digunakan PER (lihat diskusi tentang PER di subbab sebelumnya). Perusahaan dengan PER rendah berpeluang tinggi untuk masuk ke dalam portofolio pada strategi investasi ini.
PER rendah berarti untuk setiap rupiah keuntungan yang dihasilkan perusahaan, pasar memberi nilai relatif rendah bagi harga sahamnya. Penentuan tinggi rendahnya PER memerlukan data historis dari perusahaan tersebut, data PER rata-rata industri, dan data suku bunga yang berlaku.
Misalkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir angka PER terendah dari sebuah perusahaan adalah 15 dan tertinggi adalah 46. Saat ini PER perusahaan tersebut adalah 19. Data ini memberikan indikasi bahwa PER perusahaan itu sekarang (19), relatif rendah dibandingkan kisaran historisnya (antara 15 sampai 46). Namun informasi data historis saja belum cukup. Masih diperlukan konfirmasi dari data rata-rata PER industri saat ini dan data suku bunga.
Misalkan pada kasus perusahaan dengan PER 21 tersebut rata-rata PER industri saat ini adalah 30 dan suku bunga saat ini (suku bunga SBI) adalah 5%. Dibanding dengan industrinya, PER perusahaan relatif rendah (15 vs 30). Untuk membandingkan dengan suku bunga, angka PER harus dibalik dulu menjadi earning yield (1/PER).
Dengan PER 19 maka earning yield-nya adalah 1/19, yaitu 5,26%. Angka earning yield ini lebih tinggi dibanding suku bunga pasar (5,26% dibanding 5%). Dari angka ini terlihat bahwa PER perusahaan memang rendah. Selanjutnya perlu dilihat kinerja perusahaan (misalnya menggunakan analisis rasio keuangan dari laporan keuangan perusahaan dan berita tentang bisnis dan industri perusahaan dari berbagai media).
Bila perusahaan ternyata termasuk sehat dibandingkan rata-rata industri dan tidak sedang mengalami suatu kejadian yang berbahaya bagi kelangsungan hidup perusahaan, perusahaan tersebut merupakan kandidat kuat untuk dibeli.
Dividend yield (hasil dividen) juga menjadi rasio yang sering digunakan investor yang memakai strategi value investing. Dividen merupakan sebagian keuntungan yang bisa diperoleh investor yang bermain di bursa saham. Semakin tinggi dividen yield suatu perusahaan, semakin menarik perusahaan tersebut bagi investor, khususnya yang mengharapkan pendapatan teratur tiap periodenya. Penilaian tinggi rendahnya dividend yield juga mirip dengan earning yield (1/PER).

“Dividend Growth”
Tidak seperti investor value investing, investor dengan strategi dividend growth tidak berfokus pada dividend yield. Akan tetapi mereka lebih melihat perusahaan yang memiliki sejarah meningkatkan dividennya secara konsisten untuk jangka waktu yang panjang. Bila perusahaan selalu menaikkan dividen selama 10-15 tahun perusahaan itu beroperasi, investor dengan strategi dividen growth akan tertarik untuk membelinya.
Mengapa perusahaan tersebut menarik untuk dibeli sahamnya? Kenaikan dividen yang dibayarkan kepada investor menandakan perusahaan tersebut adalah perusahaan yang sukses karena dua alasan. Pertama, sebuah perusahaan tidak akan sanggup menaikkan dividennya setiap tahun bila perusahaan itu tidak mendapatkan keuntungan yang lebih besar setiap tahunnya.
Kedua, bila perusahaan dapat meningkatkan dividen setiap tahunnya, informasi ini memberikan indikasi bahwa perusahaan tersebut beroperasi dan mengelola alur kasnya dengan baik, serta selama ini selalu dapat bertumbuh dalam kondisi ekonomi yang baik maupun buruk. Akibatnya, sangat dimungkinkan bahwa perusahaan itu akan tetap memberikan peningkatan terhadap nilai dividennya untuk masa depan.
Demikianlah beberapa strategi investasi di saham yang bisa menjadi pilihan. Sekarang terserah Anda, pilih salah satu atau dua, atau bahkan ketiganya untuk mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang, seperti cerita Warren Buffet yang memiliki kekayaan US$ 33 miliar dengan hanya bermodalkan US$ 100. Selamat berinvestasi

Read More……

Mesin Uang Warren Buffett

Berkshire Hathaway

Nama konglomerat Warren Baffett kembali menghiasi berita utama berbagai media di dunia, karena menyalib posisi pendiri Microsoft Corp, Bill Gate, versi Majalah Forbes terbitan Rabu (5/3) lalu. Posisi Buffett sebetulnya sudah diprediki lama, ketika namanya tahun lalu mulai membayangi posisi Gate pada majalah Forbes tahun lalu, namun kini menjadi istimewa karena terjadi di saat Amerika Serikat (AS) mengalami resesi ekonomi.

Tidak seperti rivalnya, popularitas ‘mesin uang’ Baffett terbilang kalah dibandingkan Gate, yang produknya yang nyaris dipakai dan dikenal hampir semua penduduk bumi. Mesin uang Buffett menuju kursi ‘qorun’ abad moderen tahun ini adalah Berkshire Hathaway, yaitu perusahan investasi.

Berkshire Hathaway adalah perusahaan konglomerasi yang bermarkas di Omaha, Nebraska, Amerika Serikat. Perusahaan ini, memiliki puluhan anak perusahaan melalui kepemilikan saham, namun bisnis intinya bergerak di asuransi mencakup properti, jiwa, reinsuransi dan asuransi khusus.

Cerita kesuksesan Buffet mirip dengan Gate yang kaya raya karena mampu membesarkan Microsoft atau bukan tipikal konglomerat yang kaya dari modal besar. Bedanya, Berkshire bukan didirikan Buffett, melainkan Horatio Hathaway pada 1888 di New Bedford, Massachusetts. Namun, sebelum Buffet datang perusahaan itu hanyalah sebiah usaha dibidang pengolahan kapas yang bangkrut.

Resesi dunia 1929 membuatnya memutuskan hubungan kerja ribuah buruhnya. Nilai pendapatan yang awalnya USD120 juta langsung rontok tak lebih dari satu dekade. Pada tahun 1950-an, Berkshire menyatu dengan sebuah perusahaan tekstil lain, Berkshire Fine Spinning Associates, namun hal ini tidak banyak membantu.

Tahun 1962 manajer investasi muda berbakat, Warrent Buffett melirik Berkshire. Dibenaknya, nilai Berkshire Hathaway dilantai bursa jauh di bawah nilai riil perusahaan, karena saat itu memang sedang resesi. Ia percaya, potensi perusahaan itu bisa terulang dan Buffett mulai membeli sahamnya.

Namun tidak hal itu tidak mudah, sebab manajemen lama Berkshire yang dikuasai keluarga Seabury Stanton bersikukuh membendung ambisi Buffett. Setelah membeli saham lebih dari 50%, kendali Hathaway berada ditangannya, dan sentuhan dingin tangannya dimulai dengan merombak total manajemen perusahaan.

Buffett tetap mempertahankan bisnis inti Berkshire Hathaway sebagai perusahaan tekstil sebagai kapal utama ambisinya. Mulai 1967 ia perlahan melakukan ekspansi ke industri asuransi dengan membeli saham National Indemnity Company pada akhir 1970-an. Berkshire mengakuisisi Government Employees Insurance Company (GEICO) bulan Januari tahun 1996.

Pada tahun 1985, keputusan besar diambil dengan remsi menutup bisnis tekstil Berkshire. Alasannya, keuntungan mulai menipis karena sudah lahan itu sudah tidak menguntungkan. Namun, kapal baru yang seusai bidang yang diminatinya di bangku kuliah telah disiapkan. Berkshire Hathaway disulap dengan menjadi perusahaan investasi.

Tangan dingin Buffet membuat Berkshire menjadi ‘mainan’ yang paling diingini para manajer investasi saat ini. Dalam 25 tahun terakhir ia mencatat tingkat pengembalian yang fenomenal, yaitu rata-rata 25% pertahun kepada pemilik saham, plus jumlah modal besar dan hutang sedikit.

Seratus dolar AS modalnya yang dinvestasikan pada tahun 1970 menjadi USD57,4 miliar pada Mei 1999. Pada 23 Oktober 2006, untuk pertama kalinya, saham seri A Berkshire Hathaway dijual di atas USD100.000 per lembarnya dan membuatnya menjadi saham dengan harga termahal di New York Stock Exchange.

Berkshire dikenal sebagai perusahaan tidak pernah melakukan pemecahan saham, sehingga nilainya sangat tinggi. Sahamnya juga tidak likuid di pasar, sehingga tidak dimasukkan ke dalam indeks saham S&P500. Namun, Berkshire menciptakan saham Seri B, dengan kepemilikan 1/30 dari seri A dengan hak voting sebesar 1/200 dari seri A. Para pemegang saham kelas A dapat melakukan konversi sahamnya ke seri B, tapi tidak bisa sebaliknya.

Kini total nilai kekayaan Baffett dari saham-saham yang dibeli Berkshire verus Majalah Forbes 2008 diperkirakan mencapai USD62 miliar, setara Rp560 triliun atau dua pertiga lebih perkiraan penerimaan RAPBN Perubahan 2008! Nama Buffett kini terdaftar sebagai 100 orang berpengaruh di dunia versi majalah Time.

Namun, sepandai-pandainya tupai (baca:Buffett) meloncat, tetap akan jatuh juga. Profesinya yang bergelut dengan risiko, pernah membuatnya terpuruk. Antara tahun 1956-1969, investasinya yang dikumpulkan dari kantongnya dan rekan-rekan senilai lebih dari USD200.000 pernah merugi sampai 30%. Ia juga pernah terpeleset tahun 1998, dimana nilai saham tiga perusahaan andalannya merosot tajam, setelah dibeli. Yaitu Coca-Cola, Gillete, dan Walt Disney.

Jurus Maut Buffett

Awalnya Buffett fokus pada investasi jangka panjang dengan pembelian saham di Bursa Efek, seperti dilakukannya pada Berkshire tahun 1960-an. Namun berkat kepiawaiannya kini ia beralih pembeli perusahaan secara keseluruhan, sehingga pria kelahiran 30 Agustus 1930 Omaha, Nebraska Amerika Serikat ini dijuluki "Sage of Omaha" atau " Oracle of Omaha" alias peramal dari Omaha.

Namanya merupakan legenda bagi pialang saham dunia. Pria tua ini bisa memprediksikan saham apa saja yang naik, dan turun. Kapan harus mengambil, atau kapan harus menjual, semuanya seolah sudah ada dalam "pengetahuannya". Karena itu, apa yang dikatakan tentang suatu saham, bagaikan titah raja yang diikuti investor.

Pengetahuan memprediksi harga saham itulah yang menjadi kunci kesuksesannya, disamping sifat ‘sabar’ yang umumnya jarang dimiliki para pemburu keuntungan di lantai bursa. Sifat terakhirnya itu tertanam kuat oleh sebuah kejadian, ketika Buffett pertama kali bermain saham umur 11 tahun.

Kala itu, bermodal uang pemberian ayahnya Howard Buffet, ia membeli saham Cities Services seharga USD38.25 per saham dan segera menjualnya saat saham itu naik menjadi USD40 dolar, ia pun girang karena merasa sudah untung besar. Tapi, Buffett kemudian menyesal, karena dalam setahun, saham itu sebenarnya mampu mencapai nilai 200 dolar.

Sejak saat itulah, Bufffett tidak emosional, dan panik ketika indeks harga saham gabungan (IHSG) rontok. Buffett, adalah pemain saham yang menggegam asetnya dalam panjang jangka, hal ini pulalah strategsi yang ia pegang saat membeli dan mengendalikan Berkshire hingga sekarang.

Sementara pengetahuan tentang prediksi saham lahir dari kombinasi pengetahuan akademis dan pengalaman. Beberapa analis menyatakan, kejituan prediki Buffett seolah membantah kebenaran teori akademis bahwa pasar bersifat efisien. Artinya harga saham lebig banyak dipengaruhi seberapa baik informasi yang beredar di publik tentang kinerja perusahaan terkait.

Menurutnya, pasar saham tidal linier dengan informasi, dan kerap terjadi kesalahan dalam menentukan harga yang pas. Harga saham, kerap kali ditentukan oleh emosi para investor yang panik, ketika suatu pagi memnaca di media masa saham perusahaan yang dibelinya terbelit kasus.

Emosi investor saham bersifat jangka pendek, sementara dalam jangka panjang pasar justru akan mengikuti fundamental perusahaan. Buku berjudul The Warren Buffett Portfolio (1999), Buffett lebih memilih fokus kepada beberapa saham ketimbang harus menyebar investasi ke banyak saham perusahaan.

Ada beberapa pinsip Buffett saat menjatuhkan pilihan membeli sebuah saham. Prinsip pertama, jangan pernam membeli saham sebuah perusahaan yang anda tidak bidang bisnisnya. Hal itulah yang menjelaskan mengapa Buffett tidak mau membeli saham Microsoft, dan lebih memilih perusahaan di bisnis yang mudah dimengerti.

Kemudian, manajemen perusahaan harus rasional, terbuka kepada pemegang saham, tidak dan inovatif, serta memiliki alokasi investasi yang berpotensi meningkatkan tingkat pengembalian ekuitas (ROE) bagus, bukannya pendapatan per saham.

Artinya, saat harga saham jatuh ke bawah harga wajar perusahaan tetap beroperasi terus dan sehat. Menurutnya, selisih harga pasar dan harga wajar ini berfungsi sebagai marjin aman (margin of safety), yang dapat mengurangi kerugian karena salah hitung. Pola analisa sama dibenak Buffett saat membeli Berkshire.

Selain ayahnya yang pemain saham, bagian penting dari hidupnya adalah ketika di bangku kuliah University of Nebraska. Buffett pernah membaca buku Benjamin Graham's The Intelligent Investor yang membuka kesadaranya untuk investasi sebagai karir.

Kedua, beberapa dosen di ketika ia mengejar gelar Master Ekonomi pada Columbia Business School, yaitu Benjamin Graham, Walter Schloss dan Irving Kahn. Filosofi bisnis Buffett hingga saat ini kental dengan pemikiran Philip Fisher.

Bertumpu Kesederhanaan
Anda mungkin akan sedikit terkejut bila membuka situs resmi perusahaan dengan nilai aset terbesar di dunia ini. Cobalah, klik http://www.berkshirehathaway.com akan muncul situs dengan desain yang amat minimalis dan hanya memakai, hyper text markup language (HTML), yaitu alat paling primitif dalam teknologi world wide web.

Tidak ada tampilan yang bergerak, menggunakan javascript atau flash yang sangat lazim dipakai perusahaan-perusahaan raksasa saat ini. Kesederhanaan memang bukan hanya menjadi keistimewaan akhlak Buffett, namun juga dicerminkan dalam mengelola perusahaan. Saat ini Buffett masih tinggal kompleks perumahan sederhana Dundee, Nebraska.

Terlepas dari hal itu Buffet mempunyai pendekatan lain untuk mendongkrak kinerja perusahaan miliknya dari balik layar. Pertama memperhatikan kualitas sumber daya manusia anak buahnya, tidak hanya perusahaan yang sudah dimiliki, namun pada divisi merger, akuisisi, likuidasi. Mereka inilah yang menjadi yang terdepan dalam rangka ekspansi bisnis.

Kedua, tidak memperlakukan perusahaan yang dibeli seperti barang dagangan. Buffett, aktif melakukan berbagai pengembangan usaha, sehingga nilai perusahaan pun meningkat. Ketiga memberikan kepercayaan penuh kepada manajamen untuk berkreasi meski tetap memberikan dua arahan sederhana.

Pertama , Jangan sampai merugikan pemilik saham. Kedua, jangan lupa peraturan nomor satu. Dua peraturan itu disampaikan dalam sepucuk surat yang dikirimkannya kepada direksi perusahaan setiap tahun. Surat inilah satu-satunya jembatan komunikasi Buffett dengan para anak buahnya. (muhammad ma’ruf/ dari pelbagai sumber)

Bertumpu Dua Lini Bisnis
Majalah Forbes 2005 menempatkan Buffett sebagai pengusaha terkaya kedua di dunia Bill Gates pemilik Microsoft. Kala itu kekayaan Gates USD46,5 miliar, sedangkan Buffett USD44 miliar. Tahun lalu, posisi Buffett merosot dinomor tiga, di bawah konglomerat telekominikasi asal Meksiko Carlos Slim. Tahun ini, Buffet melompati keduanya, dan mendorong posisi Gates ke posisi tiga.

Dibandingkan Slim, perusahaan Buffett memang lebih bervareasi dan beragam. Namun terdapat kekhasan masing-masing dari tiga pesohor dunia tersebut. Gates di bidang teknologi, Slim dibidang telekomunikasi dan Buffett di bisnis asuransi.

Bidang bisnis Berkshire dibagi dua, yaitu asuransi dan non-asuransi. Situs remsi, http://www.berkshirehathaway.com mencatat lebih dari 50 perusahaan dibidang asuransi dan reasuransi yang dimiliki Buffett, di dalam dan luar negeri AS. Secara kolektif, nilainya mencapai USD48 miliar per 31 Desember 2006.

Sementara bisnis non-asuransi misalnya, garmen meliputi pabrik dan distributor berbagai jenis garmen dan sepatu. Sebutlah, Fruit of the Loom, Garanimals, Fechheimer dan Russel Corporation untuk pakaian. Sedangkan sepatu seperti H.H. Brown Shoe Group, Acme Boots dan Justin Brands

Adapula bisnis material bangunan yang dirintis Buffett pada Agustus 2000. Berkshire memasukinya dengan membeli saham Acme Brickm.Yaitu perusahaan bermarkas di Forth Worth, Texas yang memproduksi dan mendistribusikan batu-bata (merk Acme Brick), blok beton (merk Featherlite) dan marmer (merk Texas Quarries).

Empat bulan berselang, Berkshire membeli Benjamin Moore & Co pemimpin pasar pada produk insulasi coating dunia, dengan pasar utama di AS dan Kanada. Selain nama-nama itu Buffett juga memegang mayoritas saham Johns Manville, penyedia produk-produk bangunan selama 150 tahun di AS.

MiTek Inc, penyedia perangkat lunak rekayasa bagi industri pembuat komponen bangunan, serta Clayton Homes, Inc. Pada akhir tahun 2004, Clayton mengoperasikan 32 pabrik manufaktur di 12 negara bagian. Produk-produk Clayton dipasarkan di 48 negara bagian melalui 1.540 jaringan peritel, 391 di antaranya adalah pusat penjualan yang dimiliki oleh perusahaan.

Jasa Penerbangan juga tidak lepas dari bidikan Buffet. Ia memulai pada 1996, dengan membeli FlightSafety International Inc. FSI bermarkas di LaGuardia Airport di Fluxhing, New York. Bidang usaha utama FSI adalah penyedia sarana pelatihan berteknologi tinggi bagi para operator pesawat.

Saat krisis Asia 1998, Berkshire membeli NetJets Inc, penyedia jasa program kepemilikan pesawat terbang terkemukan di dunia. Berkshire juga membeli McLane Company, Inc pada Mei 2003 dari Wal-Mart. McLace adalah perusahaan jasa distribusi grosir dan logistik di 50 negara bagian dan negara Brazil kepada pelanggannya.

Di ritel, Buffett memiliki Nebraska Furniture Mart, R.C. Willey Home Furnishings, Star Furniture Company, dan Jordan’s Furniture, Inc. Dia juga pemilik group Shaw Industries, Inc, yaitu penghasil karpet kedua terbesar di dunia berdasarkan pendapatan dan volume produksi, serta Scott Fetzer Companies yang menguasai 21 bidang usaha manfakturing dan distribusi produk berbasis perumahan dan industri.

Tampak sulit menjabarkan satu persatu mesin uang “Berkshire” milik Buffett, baik yang dimiliki secara penuh maupun keikutsertaan dalam kepemilikan saham. Namun beberapa nama besar sepertinya cukup mengambarkan betapa uang yang dimilikinya seperti tak berseri, meski hanya dalam beberapa persen kepemilikan saham.

Misalnya, American Express, American Standard Companies, The Coca-Cola Company, ConocoPhillips, General Electric, Lexmark International, Moody’s Corporation, Nike, PetroChina, dan Tyco International. Kemudian, Wal-Mart Stores, The Washington Post Company dan Wesco Financial Corporation.

Sekelumit Tentang Buffett
Banyak julukan yang dialamatkan kepad Buffett untuk menunjukkan penghormatan atas cara yang ditempuhnya menjadikan Berkshire sebagai perusahaan raksasa. Selain dermawan karena mendermakan 80% kekayaan kekayaan dan tercata sebagai sumbangan terbesar dalam sejarah, senilai USD30 miliar, kepada Yayasan Bill and Melinda Gates.

Juga, dewa peramal harga saham dan seorang suami yang hangat dan ayah yang baik bagi ketiga anaknya. Semuanya itu, tidak lepas dari peran sang ayah, Howard Buffett, seorang broker saham dan juga anggota DPR AS dan Ibunya Leila Buffett. Sejak kecil Buffett sudah diajarkan tentang bisnis dan matematika kompleks.

Bermain saham pada usia 11 tahun, tiga tahun berselang Buffet saat itu masih duduk di bangku SMA di Woodrow Wilson High School, Washington DC ia bekerja paruh waktu memasang mesin pinball Wilson Coin Op, di tempat pemotongan rambut. Selepas SMU, dia memiliki modal sekitar USD1200 dan dibelikan 40 hektare tanah pertanian yang dia sewakan pada petani setempat.

Buffett sempat pindah bangku kuliah, memulainya di University of Pennsylvania, namun memperoleh gelar S-1 di University of Nebraska. Ketika lulus, Buffet bekerja pada broker ayahnya sebagai salesman, sampai akhirnya bekerja pada tokoh idolanya, Graham.

Kini, selain tinggal di perumahan biasa-biasa, Buffett juga bergaya hidup bersahaja dan irit. tinggal di rumah yang nilainya cuma USD31.000 dan memiliki tiga kamar tidur. Ia juga masih sering menyetir sendiri mobilnya. Ketika bepergian pun ia enggan memakai pesawat jet pribadi, meskipun ia memiliki perusahaan rental pesawat jet pribadi.

Sederhana dan kedermawanan seorang Buffett perlu ditiru banyak konglomerat. Prilaku ini seolah mementahkan stigma rational economic man, yaitu filosofi ilmu ekonomi konvensional bahwa manusia-manusia terbaik dalam bidang ekonomi harus tamak. Ia merasa, apa yang diraihnya akan lebih berguna jika disumbangkan untuk orang-orang yang membutuhkan

Read More……

Berpikir Seperti Warren Buffett

Kembali pada tahun 1999, Robert G. Hagstrom menulis buku tentang investor legendaris Warren Buffett, berjudul “Warren Buffett Portfolio”. Apa yang begitu hebat tentang buku tersebut, dan apa yang membuatnya berbeda dengan kebanyakan buku dan artikel lainnya yang ditulis mengenai “Oracle of Omaha” yang menawarkan pembaca tentang bagaimana sebenarnya Buffett berpikir tentang investasi. Dengan kata lain, buku menyelidiki ke dalam pemikiran psikologis yang membuat Buffett menjadi kaya raya.

Meskipun investor dapat memperoleh manfaat dengan membaca seluruh isi buku, kami telah memilih beberapa contoh tips dan saran tentang pemikiran investor dan cara investor untuk improvisasi dalam memilih saham.


1. Berpikir Saham Sebagai Bisnis

Banyak investor berpikir bahwa saham dan pasar saham secara umum seperti potongan-potongan kertas yang diperdagangkan bolak-balik di kalangan investor, yang dapat mencegah investor menjadi terlalu emosional atas posisinya namun ini memungkinkan mereka untuk membuat keputusan investasi yang terbaik.
Itulah mengapa Buffett menyatakan bahwa pemegang saham harus berpikir tentang diri mereka sebagai “pemilik bagian” dari bisnis di mana mereka berinvestasi. Dengan berpikir demikian, Hagstrom dan Buffett menyatakan bahwa investor akan cenderung menghindari keputusan investasi yang kurang persiapan, dan menjadi lebih fokus untuk jangka panjang. Selain itu, “pemilik” jangka panjang juga cenderung menganalisa situasi secara lebih detail. Hagstrom mengatakan bahwa peningkatan pemikiran dan analisa ini cenderung mengakibatkan improvisasi hasil investasi.
2. Meningkatkan Ukuran Investasi
Meskipun jarang namun pernah, masuk akal bagi investor untuk menempatkan telur mereka dalam satu keranjang, dan belum tentu menaruh telur dalam banyak keranjang adalah yang terbaik. Buffett beranggapan bahwa diversifikasi yang berlebihan dapat menghambat penghasilan. Itulah sebabnya mengapa ia tidak berinvestasi di reksa dana dan lebih memilih untuk berinvestasi pada segelintir perusahaan.
Buffett percaya bahwa investor harus terlebih dahulu melakukan “pekerjaan rumahnya” sebelum berinvestasi. Tetapi setelah proses ketekunan selesai, investor harus merasa cukup nyaman untuk menaruh asetnya pada saham. Mereka juga harus merasa nyaman pada seluruh portfolio investasi pada segelintir perusahaan dengan prospek pertumbuhan yang baik.

Sikap Buffett dalam mengalokasikan dana adalah dengan komentar bahwa ini tidak hanya perusahaan yang baik, namun bagaimana perasaan terhadap perusahaan tersebut. Jika bisnis yang Anda pilih menyajikan resiko keuangan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik, mengapa anda menaruh uang ke dalam tingkat 20 bisnis favorit?


3. Mengurangi Omset Portfolio

Keluar masuk secara cepat dalam perdagangan saham berpotensi membuat keuntungan banyak, namun menurut Buffett pelaku pasar seperti ini sebenarnya menghambat hasil investasi, karena omset portfolio meningkatkan jumlah pajak yang harus dibayar dari keuntungan modal dan menambah jumlah komisi yang harus dibayar.

“Oracle of Omaha” berisi bahwa apa yang masuk akal dalam bisnis juga masuk akal di dalam saham. Seorang investor biasanya akan menahan sebagian kecil saham pada bisnis yang luar biasa dengan kegigihan yang sama.
Investor harus berpikir untuk jangka panjang. Dengan memiliki pemikiran tersebut, mereka dapat menghindari membayar biaya komisi yang besar dan pajak keuntungan modal jangka pendek. Mereka akan lebih siap menghadapi fluktuasi jangka pendek, dan akhirnya memperoleh balasan dari peningkatan pendapatan atau deviden dari waktu ke waktu.


4. Membangun Saham Alternatif

Ketika harga saham menjadi barometer utama dari keberhasilan atau kegagalan suatu investasi, Buffett tidak berfokus pada ukuran ini. Namun, dia menganalisa perekonomian bisnis tersebut atau kelompok bisnis. Jika perusahaan tersebut melakukan apa yang diperlukan untuk tumbuh sendiri dengan dasar keuntungan, maka harga saham akhirnya akan menangani masalah itu sendiri.
Investor yang sukses harus melihat perusahaan yang mereka miliki dan belajar pada potensi penghasilan yang benar. Jika fundamental solid dan perusahaan tersebut meningkatkan nilai pemegang saham dengan pertumbuhan yang konsisten, maka harga saham dalam jangka panjang akan mencerminkan.
5. Belajar Untuk Menilai Probabilitas
Bridge adalah permainan kartu, pemain yang sukses dapat menggunakan matematika probabilitas untuk mengalahkan lawan-lawan mereka. Mungkin tidak mengherankan jika Buffett menyukai dan aktif memainkan permainan, dan ia menaruh strategi ke dalam dunia investasi.
Buffett menyarankan bahwa investor harus fokus pada ekonomi perusahaan-perusahaan yang mereka miliki atau bisnis utama mereka dan kemudian mencoba untuk mempertimbangkan kemungkinan beberapa peristiwa yang akan atau tidak akan terjadi, seperti banyak pemain Bridge memeriksa probabilitas lawannya. Ia menambahkan bahwa dengan fokus pada aspek ekonomi dan harga saham, investor akan lebih akurat dalam menilai probabilitas.

Berpikir dalam probabilitas memiliki keuntungan. Misalnya, investor mempertimbangkan probabilitas bahwa sebuah perusahaan tertentu akan melaporkan tingkat pertumbuhan pendapatan selama lima atau 10 tahun, ini akan lebih siap untuk fluktuasi harga saham jangka pendek. Sebagai tambahan, ini berarti bahwa hasil investasi mungkin akan lebih banyak dan biaya transaksi atau biaya keuntungan modal lebih sedikit.
6. Mengenali Aspek Psikologi Investasi
Sangat sederhana, ini berarti bahwa individu harus memahami bahwa investor yang sukses cenderung memiliki pemikiran psikologis. Secara khusus, investor yang berhasil akan berfokus pada probabilitas dan isyu ekonomi, dan membuat keputusan yang rasional, karena bertentangan dengan emosi.
Lebih dari apapun, emosi investor sendiri dapat menjadi musuh terburuk. Buffett beranggapan bahwa kunci untuk mengatasi emosi adalah “mempertahankan kepercayaan pada fundamental bisnis dan tidak terlalu khawatir dengan pasar saham.” Investor harus menyadari bahwa terdapat beberapa pemikiran psikologis yang harus dimiliki jika mereka ingin sukses.

7. Mengabaikan Perkiraan Pasar
Ada yang mengatakan bahwa Dow menanjak pada dinding kekhawatiran. Dengan kata lain, pergerakan pasar berada dalam teritory negatif, dan orang-orang berpendapat bahwa resesi “sudah di sekitar sudut”, namun biaya pasar masih cukup baik dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, isyu jelek harus diabaikan. Di sisi lain, ada banyak optimisme internal yang berpendapat bahwa pergerakan pasar saham semakin tinggi. Hal ini juga harus diabaikan.
Dalam semua kebingungan ini, Buffett menyarankan bahwa investor harus berfokus pada upaya investasi saham yang tidak memiliki nilai pasti. Logika di sini adalah karena pasar saham mulai mewujudkan nilai intrinsik perusahaan (melalui harga yang lebih tinggi dan permintaan yang lebih besar), investor akan berdiri untuk membuat banyak uang.


8. Menunggu Lemparan Yang Tepat

Buku Hagstrom menggunakan model legendaris pemain baseball Ted Williams sebagai contoh investor yang bijaksana. Williams akan menunggu lemparan tertentu (area dari plat yang kemungkinan melakukan kontak dengan bola) sebelum mengayun. Hal ini menjelaskan bahwa kedisiplinan Williams memiliki pukulan rata-rata lebih tinggi daripada rata-rata pemain lainnya.
Buffett, dengan cara yang sama, menyarankan bahwa semua investor memiliki kartu keputusan dengan hanya 20 pilihan investasi. Logika ini adalah untuk mencegah mereka membuat pilihan investasi yang kurang baik dan untuk meningkatkan hasil keseluruhan dari masing-masing portfolio.

Kesimpulan
“The Warren Buffett Portfolio” adalah sebuah buku yang menawarkan nilai berharga dalam pemikiran psikologis dari investor legendaris Warren Buffett. Tentu saja, jika belajar bagaimana untuk berinvestasi seperti Warren Buffett akan semudah membaca buku, semua orang akan menjadi kaya! Namun jika Anda mengambil waktu dan berupaya untuk menerapkan beberapa strategi Buffett, Anda akan menemukan jalan untuk memilih saham yang baik dan hasil yang lebih besar.

Translated by: andre@tgfnusantara.com

Read More……