Rabu, 17 Februari 2010

Strategi Populer Bermain Saham

Strategi Populer Bermain Saham



Sekitar tiga dasawarsa lalu, seorang manajer investasi mendirikan sebuah investment partnership dengan modal dari kocek sendiri sebesar US$ 100. Saat itu siapa yang mengira bahwa pada 1998 si manajer investasi terdaftar sebagai salah satu orang terkaya di dunia (versi majalah Forbes) dengan kekayaan bersih senilai US$ 33 miliar. Luar biasa! Apa sih rahasianya?
Warren Buffet--sang manajer itu--mengaku dirinya adalah murid dua investor kondang: Benjamin Graham dan Philip Fisher. Benjamin Graham terkenal dengan strategi investasi nilai (value investing)-nya. Ini merupakan kombinasi strategi pemilihan saham berdasarkan analisis fundamental terhadap posisi keuangan perusahaan dan strategi diversifikasi.
Strategi Graham menekankan kriteria kuantitatif untuk mencari saham yang harga pasarnya jauh lebih murah ketimbang harga wajarnya (wajar menurut perhitungan kuantitatif tersebut).
Sementara itu, Philip Fisher lebih mengandalkan kriteria kualitatif tentang faktor kunci penentu kesuksesan perusahaan seperti brainware-nya (tim manajemennya).
Ajaran kedua mahaguru investasi, ditambah dengan pengalaman pribadi, menjadikannya investor piawai ala Buffet. Kiat investasinya oleh Robert Hagstrom Jr--pengarang biografi singkat Warren Buffet--dijuluki The Warren Buffet Way (Cara Warren Buffet).
Menurut Buffet, untuk menjadi investor yang baik, paling sedikit ada tiga karakteristik penting yang perlu dimiliki investor, yakni kemampuan menahan emosi (ketakutan dan keserakahan), mengutamakan analisis fundamental perusahaan (bukannya analisis peramalan pasar), dan kemampuan melawan arus. Harga pasar kerap ditentukan oleh emosi para investor, namun dalam jangka panjang pasar akan mengikuti fundamental perusahaan.
Nah, untuk kita bila ingin berinvestasi di saham, ada beberapa strategi yang umum dipakai dan dapat dimanfaatkan.

Bertumbuh, Bertumbuh, dan Bertumbuh
Strategi analisis dengan menggunakan strategi pertumbuhan (growth), sudah sejak lama menjadi strategi yang populer. Strategi ini berfokus pada analisis terhadap sebuah perusahaan dalam sebuah industri yang menunjukkan pertumbuhan yang melebihi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dari satu siklus bisnis ke siklus selanjutnya.
Secara implisit, strategi ini menyatakan keinginan investor untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang dari pertumbuhan modal atau capital growth, dan tidak menekankan pendapatan dari dividen.
Intinya, sebuah perusahaan yang berada dalam industri yang sedang bertumbuh pesat dan perusahaan tersebut menjadi pemimpin di dalam industri itu, akan berpeluang besar memberi keuntungan yang luar biasa kepada investor. Tentu saja tidak banyak perusahaan yang memiliki ciri ideal tersebut. Jadi, investor memang perlu kerja keras untuk menemukan tambang emas finansial seperti ini.
Situasi pertumbuhan tinggi juga bisa terjadi pada sebuah perusahaan yang sedang sial jatuh terpuruk karena keadaan industri yang kurang mendukung. Bila perusahaan ini telah ditata-ulang (restrukturisasi) dan dapat keluar dari masa-masa kritis industri tersebut, peluangnya untuk bertumbuh secara pesat cukup besar. Keadaan ini sering disebut dengan situasi turn around.
Dalam situasi turn around, investor perlu memiliki syaraf baja. Dalam jangka panjang keputusan ini dapat memberikan tingkat keuntungan yang besar. Kendati begitu, terkadang kendala yang sering terjadi adalah pada saat restrukturisasi atau penyehatan perusahaan, harga saham turun terlebih dulu sebelum nantinya melonjak. Akibatnya, banyak investor yang terlanjur menjualnya dengan merugi pada saat harga turun sejenak. Bisa juga penurunan yang terjadi tidak hanya untuk sementara waktu, namun memakan waktu yang cukup menguji syaraf kesabaran investor.
Akan tetapi, bila investor menganalisis fakta-fakta atau informasi yang didapat dengan hati-hati, menggunakan akal sehat, menginvestasikannya untuk periode jangka panjang dan memiliki kesabaran, banyak yang mempercayai bahwa growth strategy memberikan tingkat imbal hasil yang cukup dalam jangka panjang.

“Buy Low, Sell High”
Strategi value investing secara umum adalah mencari atau menganalisis perusahaan yang sehat (memiliki fundamental bisnis dan keuangan yang solid) dan saat ini sahamnya dihargai di bawah harga semestinya atau undervalued oleh investor di bursa saham.
Undervaluation bisa terjadi akibat menurunnya kinerja perusahaan atau industri untuk sementara waktu. Jadi, para investor yang melakukan analisis dengan strategi ini mencari saham-saham perusahaan kuat yang saat ini kurang diminati para investor di bursa saham. Strategi ini membutuhkan analisis yang mendalam, disiplin, dan kesabaran.
Pendukung strategi ini mengatakan bahwa strategi ini memberikan tingkat risiko yang relatif lebih rendah. Pasalnya, saham-saham yang masuk dalam pertimbangan adalah saham-saham dengan harga jual yang rendah dibandingkan dengan saham lainnya namun kinerja bisnis dan finansialnya bagus. Dengan demikian, risiko penurunan harga lebih lanjut relatif kecil dibanding saham-saham lain.
Sebagai saringan awal biasanya digunakan PER (lihat diskusi tentang PER di subbab sebelumnya). Perusahaan dengan PER rendah berpeluang tinggi untuk masuk ke dalam portofolio pada strategi investasi ini.
PER rendah berarti untuk setiap rupiah keuntungan yang dihasilkan perusahaan, pasar memberi nilai relatif rendah bagi harga sahamnya. Penentuan tinggi rendahnya PER memerlukan data historis dari perusahaan tersebut, data PER rata-rata industri, dan data suku bunga yang berlaku.
Misalkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir angka PER terendah dari sebuah perusahaan adalah 15 dan tertinggi adalah 46. Saat ini PER perusahaan tersebut adalah 19. Data ini memberikan indikasi bahwa PER perusahaan itu sekarang (19), relatif rendah dibandingkan kisaran historisnya (antara 15 sampai 46). Namun informasi data historis saja belum cukup. Masih diperlukan konfirmasi dari data rata-rata PER industri saat ini dan data suku bunga.
Misalkan pada kasus perusahaan dengan PER 21 tersebut rata-rata PER industri saat ini adalah 30 dan suku bunga saat ini (suku bunga SBI) adalah 5%. Dibanding dengan industrinya, PER perusahaan relatif rendah (15 vs 30). Untuk membandingkan dengan suku bunga, angka PER harus dibalik dulu menjadi earning yield (1/PER).
Dengan PER 19 maka earning yield-nya adalah 1/19, yaitu 5,26%. Angka earning yield ini lebih tinggi dibanding suku bunga pasar (5,26% dibanding 5%). Dari angka ini terlihat bahwa PER perusahaan memang rendah. Selanjutnya perlu dilihat kinerja perusahaan (misalnya menggunakan analisis rasio keuangan dari laporan keuangan perusahaan dan berita tentang bisnis dan industri perusahaan dari berbagai media).
Bila perusahaan ternyata termasuk sehat dibandingkan rata-rata industri dan tidak sedang mengalami suatu kejadian yang berbahaya bagi kelangsungan hidup perusahaan, perusahaan tersebut merupakan kandidat kuat untuk dibeli.
Dividend yield (hasil dividen) juga menjadi rasio yang sering digunakan investor yang memakai strategi value investing. Dividen merupakan sebagian keuntungan yang bisa diperoleh investor yang bermain di bursa saham. Semakin tinggi dividen yield suatu perusahaan, semakin menarik perusahaan tersebut bagi investor, khususnya yang mengharapkan pendapatan teratur tiap periodenya. Penilaian tinggi rendahnya dividend yield juga mirip dengan earning yield (1/PER).

“Dividend Growth”
Tidak seperti investor value investing, investor dengan strategi dividend growth tidak berfokus pada dividend yield. Akan tetapi mereka lebih melihat perusahaan yang memiliki sejarah meningkatkan dividennya secara konsisten untuk jangka waktu yang panjang. Bila perusahaan selalu menaikkan dividen selama 10-15 tahun perusahaan itu beroperasi, investor dengan strategi dividen growth akan tertarik untuk membelinya.
Mengapa perusahaan tersebut menarik untuk dibeli sahamnya? Kenaikan dividen yang dibayarkan kepada investor menandakan perusahaan tersebut adalah perusahaan yang sukses karena dua alasan. Pertama, sebuah perusahaan tidak akan sanggup menaikkan dividennya setiap tahun bila perusahaan itu tidak mendapatkan keuntungan yang lebih besar setiap tahunnya.
Kedua, bila perusahaan dapat meningkatkan dividen setiap tahunnya, informasi ini memberikan indikasi bahwa perusahaan tersebut beroperasi dan mengelola alur kasnya dengan baik, serta selama ini selalu dapat bertumbuh dalam kondisi ekonomi yang baik maupun buruk. Akibatnya, sangat dimungkinkan bahwa perusahaan itu akan tetap memberikan peningkatan terhadap nilai dividennya untuk masa depan.
Demikianlah beberapa strategi investasi di saham yang bisa menjadi pilihan. Sekarang terserah Anda, pilih salah satu atau dua, atau bahkan ketiganya untuk mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang, seperti cerita Warren Buffet yang memiliki kekayaan US$ 33 miliar dengan hanya bermodalkan US$ 100. Selamat berinvestasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar