Kamis, 22 Januari 2009

Mengubah Musibah menjadi Berkah

”Sedang apa Bull?” tanya Bear yang tengah memperhatikan rekannya sedang serius melihat layar komputer.”Ahh nggak.. cuma iseng sekedar riset kecil-kecilan,” jawab Bull yang terus bergeming dengan keasyikannya.”Riset soal apa?” Bear penasaran.
”Ya soal pasar. Kalau kita pikir-pikir, indeks sudah turun jauh dari titik tertinggi. Lantas banyak saham yang harganya juga turun. Kita selama ini yang masih menahan saham mengalami potensial loss. Untuk itu supaya proses recovery bisa lebih cepat, kita harus beli lagi. Kita cari saham-saham yang secara potensial bakal cepat terbang,” papar Bull bersemangat.
”Kalau tidak ada uang lagi bagaimana?” sahut Bear.”Itulah repotnya, mau tidak mau harus tetap bertahan. Kalau bisa cari dana segar baru, dan masuk sekarang,” sambung Bull memberikan saran.”Saham apa yang kira-kira bagus untuk dibeli?” tanya Bear, langsung ke pokok masalah.
”Ya kita lihat bareng-bareng. Banyak kok yang bagus, karena pada dasarnya fundamental ekonomi kita kan memang masih bagus. Sebagian emiten sebenarnya secara fundamental juga masih bagus. Jadi sekarang ini kita diberi peluang, opportunity. Sekarang terserah kita, apakah mau memanfaatkan atau tidak,” jelas Bull dengan penuh keyakinan.
Apa yang disampaikan Bull terhadap rekannya memang logis, tidak mengada-ada. Tidak ada grafik pergerakan indeks harga saham di bursa manapun di Wall Street sekalipun, yang menjadi pusat bursa saham dunia dan yang menunjukkan gerakan mendatar. Pasti selalu berfluktuasi, naik turun, naik turun dan seterusnya. Hanya saja dalam kondisi pasar yang normal gerakan naik turun harga saham akan berlangsung dalam irama merdu, enak dilihat dan bisa dinikmati.
Naik turunnya harga saham dalam kondisi pasar normal menunjukkan bahwa pasar itu dinamis dan mekanisme pasar berjalan secara wajar. Sesekali harga saham naik karena besarnya ekspektasi investor, namun sesekali juga harga saham turun karena pelaku pasar mengambil tindakan ambil untung (profit taking).
Namun, dalam kondisi pasar yang tidak normal alunan naik turun harga saham akan terlihat meloncat-loncat, sehingga menimbulkan ketakutan, kepanikan dan tidak bisa dinikmati. Simak saja apa yang terjadi di pasar saham seluruh dunia dalam kurun waktu dua bulan ini. Siapa yang bisa menikmati dan berselancar dalam gelombang pergerakan indeks yang meledak-ledak seperti itu. Indeks Dow Jones kadang naik 700, esoknya turun 500. Indeks Hang Seng, Indeks Nikkei 255, Indeks Strait Times, Indeks Kospi dan sebagainya. Begitupun di Indonesia, indeks terjerembab ibarat masuk jurang.
Jika penurunan IHSG di bursa saham sekarang ini dianggap sebagai musibah bahkan ada yang bilang ini bencana dapat dipahami. Kita lihat bagaimana perjalanan indeks di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam satu tahun belakangan ini. IHSG tertinggi pernah mencapai 2.838 awal tahun 2008. Kini, sampai perdagangan Rabu (12/11) kita semua menyaksikan IHSG BEI cuma tersisa 1.340 atau turun 43%. Andai saja indeks BEI ini diperdagangkan, maka di atas kertas kekayaan investor hanya tersisa 43%. Jika semula investor investasi dengan dana tunai Rp 1 miliar, kini uangnya tinggal Rp 430 juta.
Dan harus juga diingat, penurunan harga saham tidak selalu berjalan seirama dengan gerakan IHSG. Jangan heran jika ada saham yang turunnya jauh lebih besar dibandingkan IHSG. Ambil contoh harga saham perusahaan milik Kelompok Usaha Bakrie, hampir semuanya mengalami penyusutan di atas 60%. Karenanya sering dijumpai ada investor yang mengeluh bahwa dananya dalam satu tahun ini anjlok 70%. Seorang ibu, yang aktif transaksi di BEI mengaku saat baru mulai investasi di bursa ia membenamkan uangnya sekitar Rp 1 miliar, kini hanya tersisa Rp 80 juta. Artinya 92% uang ibu ini menguap bersamaan turunnya harga saham di bursa. Bahkan ada juga yang sedang tidak beruntung, tidak ada sisa modal alias minus.
Begitulah yang namanya musibah, datang tidak diundang dan tidak diharapkan namun banyak orang tidak bisa mengelak. Ketika indeks saham terjun dan harga saham juga merosot, maka bersamaan dengan itu sebenarnya risiko yang terdapat di saham juga berkeping-keping. Risiko yang tersisa tinggal sedikit. Di saat seperti itulah mereka yang punya uang banyak, masuk dan memborong saham. Hasilnya, ketika pasar kembali normal dan pulih, mereka yang memborong saham ketika pasar sedang anjlok akan mendulang capital gain berlipat-lipat.
Persoalannya, bagaimana memanfaatkan peluang yang ada di depan mata? Apalagi dengan likuiditas yang sangat terbatas. Ini memang tidak mudah. Bagi investor yang dananya terbatas, pasti tidak akan bisa berbuat banyak, selain mengkonsolidasikan seluruh portofolio dan mengkalkulasi kembali peluang yang ada.
Bagi yang masih punya uang, ruang geraknya tentu lebih besar. Ia bisa memilih dan memilah saham mana yang masih layak dibeli dan mana yang dieliminasi. Langkah selanjutnya, seperti yang ditanyakan Bear, saham apa yang pantas untuk dibeli. Saham apa yang layak ditimang dan memiliki masa depan yang kinclong ?
Pilih Blue Chips
Di atas kertas jika kita belajar teori investasi portofolio ada istilah Beta (). Istilah ini menunjukkan tingkat risiko pasar secara keseluruhan terhadap saham. Namun, perlu waktu khusus untuk memahami lebih dalam soal ini. Yang jelas, saham dengan Beta di atas 1 memiliki peluang lebih besar untuk mengalami recovery. Saham yang Beta di bawah satu, lebih stagnan, turunnya susah tapi naiknya juga susah. Dari sini kita dituntun untuk memilih saham-saham yang memiliki Beta di atas 1.
Saham yang memiliki Beta di atas 1 biasanya merupakan saham-saham unggulan, favorit dan memiliki kapitalisasi pasar tinggi (big cap), fundamental kuat dan mengalami pertumbuhan secara konsisten. Untuk mengetahui berapa nilai suatu saham, investor bisa menanyakan ke divisi riset di perusahaan broker.
Jalan lain yang bisa ditempuh adalah melakukan riset kecil-kecilan seperti yang dilakukan Bull. Ambil perusahaan yang memiliki kapitalisasi besar, misalnya 50 besar, 30 besar atau 20 besar dari sisi kapitalisasi pasar. Lantas simak betul bagaimana historical performance dari setiap emiten tersebut. Apakah menunjukkan pertumbuhan kinerja yang stabil, ataukah berfluktuasi. Juga simak bagaimana cash flow dari perusahaan. Dalam kondisi krisis seperti sekarang, cash flow menjadi ukuran pertama. Perusahaan yang cash flow-nya, kemungkinan besar akan selamat dan segera pulih kembali. Tapi perusahaan yang cash flow-nya seret, ia akan mengalami banyak kendala untuk operasional dan ekspansi.
Riset seperti itu akan sangat membantu dalam pengambilan keputusan investasi. Sektor mana yang kira-kira bakal pulih lebih awal, apakah infrastruktur, perbankan, pertambangan, agroindustri atau apa. Semua itu harus dianalisa dari sisi fundamental, termasuk mengkaitkan dengan kemungkinan perkembangan ekonomi makro yang akan terjadi ke depan. Dengan begitu, investor terhindar dari sikap asal-asalan seperti membeli kucing dalam karung.
Batasi Variasi
Satu hal yang sering menjadi salah kaprah dalam dunia investasi di pasar modal adalah asumsi soal diversifikasi. Nasehat yang senantiasa menyebutkan lakukan diversifikasi untuk menyebar risiko. Jangan meletakkan telur di satu keranjang, karena jika keranjang rusak telur bisa pecah semua.
Nasihat investasi ini tentu merupakan pakem yang harus dipegang teguh. Namun, jangan salah, diversifikasi bukan berarti penyebaran yang membabi buta, asal saham dibeli pokoknya variasinya banyak. Diversifikasi bagaimanapun memiliki batasan tertentu. Lakukan diversifikasi sesuai dengan kemampuan mengontrol portofolio. Mengontrol 20 macam portofolio tentu lebih sulit dibanding dengan mengontrol 10 portofolio, dan mengontrol 10 portofolio tentu lebih susah dibandingkan mengawasi lima portofolio.
Praktis, upaya diversifikasi harus dilakukan dalam kerangka kemampuan dan efektivitas mengontrol portofolio itu sendiri. Jangan sampai terlalu banyak variasi atau diversifikasi, kontrol menjadi tidak fokus dan tidak efektif. Akan lebih baik mengelola lima sampai enam jenis saham tapi dengan kontrol yang baik dibanding memiliki banyak jenis saham tapi tidak bisa melakukan pemantauan dengan baik. Selamat berinvestasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar